Rabu, 09 Februari 2011

membaca pikiran orang lain??? mengapa tidak???

Banyak anggapan bahwa membaca pikiran adalah pekerjaan seorang psikolog, paranormal atau bahkan dukun. Namun, percaya atau tidak, dalam kehidupan sehari-hari, anda semua adalah seorang pembaca pikiran. Sebab, tanpa kemampuan untuk mengetahui pikiran serta perasaan orang lain, kita semua tak akan mampu menghadapi situasi sosial semudah apapun. Dengan membaca pikiran, kita dapat membuat perkiraan tentang tingkah laku seseorang lalu membuat kita dapat menentukan keputusan berikutnya.
Jika kita melakukan pembacaan ini dengan buruk, dampaknya bisa serius: konflik bisa saja terjadi akibat kesalahpahaman. Contoh yang nyata kesulitan mengenali pikiran dan perasaan orang lain—mindblindness, dapat dilihat pada penyandang autisme, dimana ketidakmampuan tersebut menjadi suatu kondisi yang mengganggu.
Kemampuan membaca pikiran ini, yang oleh William Ickes—profesor psikologi di University of Texas, disebut sebagai emphatic accuracy.
Darimana asalnya?
Kemampuan (terbatas) kita untuk membaca pikiran menurut Ross Buck–profesor Communication Sciences di University of Connecticut, memiliki sejarah yang amat panjang. Dikatakannya bahwa, melalui jutaan tahun evolusi, sistem komunikasi manusia berkembang menjadi lebih rumit saat kehidupan juga menjadi lebih kompleks. Membaca pikiran lantas menjadi alat untuk menciptakan dan menjaga keteraturan sosial; seperti membantu mengetahui kapan harus menyetujui sebuah komitmen dengan pasangan atau melerai perselisihan dengan tetangga.
Kemampuan ini sendiri muncul sejak manusia dilahirkan. Bayi yang baru lahir lebih menyukai wajah seseorang dibandingkan stimulus lainnya, dan bayi berusia beberapa minggu sudah mampu menirukan ekspresi wajah. Dalam 2 bulan, bayi sudah dapat memahami dan berespon terhadap keadaan emosional dari pengasuhnya. Nancy Eisenberg, profesor psikologi di Arizona State University dan ahli dalam perkembangan emosional, menuturkan bahwa bayi berusia 1 tahun mampu mengamati ekspresi orang dewasa dan menggunakannya untuk menentukan tingkah laku berikutnya.
Lanjutnya, bayi usia 2 tahun mampu menyimpulkan keinginan orang lain dari tatapan matanya, dan di usia 3 tahun, bayi dapat mengenali ekspresi wajah gembira, sedih atau marah. Saat menginjak usia 5 tahun, bayi sudah memiliki kemampuan dasar untuk membaca pikiran orang lain; mereka telah memiliki “teori pikiran.” Bayi tersebut mampu memahami bahwa orang lain memiliki pemikiran, perasaan dan kepercayaan yang berbeda dengan yang mereka miliki.
Anak-anak tadi mengembangkan kemampuan membaca pikiran dengan mengamati pembicaraan orang dewasa, dimana mereka membedakan kompleksitas aturan dan interaksi sosial. Selain itu, kegiatan bermain dengan teman sebaya juga dapat melatih anak untuk membaca pikiran anak lainnya. Namun, tak semua anak bisa mengembangkan kemampuan ini. Anak-anak yang mengalami penelantaran dan kekerasan cenderung mengalami hambatan dalam mengembangkan kemampuan membaca pikiran ini. Sebagai contoh, anak yang dibesarkan dalam keluarga yang penuh dengan kekerasan, mungkin akan jauh lebih peka terhadap ekspresi marah, walaupun sesungguhnya emosi marah tidak muncul.
Lanjut lagi, kemampuan membaca pikiran yang lebih maju biasa muncul pada masa remaja akhir. Hal ini terjadi karena kemampuan untuk menyimpan perspektif dari beberapa orang di saat yang sama—dan lalu mengintegrasikannya dengan pengetahuan kita dan orang yang bersangkutan itu—seringkali membutuhkan kemampuan otak yang sudah jauh berkembang.

Bagaimana Membaca Pikiran?
Membaca bahasa tubuh adalah komponen inti dari membaca pikiran. Lewat bahasa tubuh, kita bisa mengetahui emosi dasar seseorang. Peneliti menemukan bahwa ketika seseorang mengamati gerak tubuh orang lain, mereka dapat mengenali emosi sedih, marah, gembira, takut dll, bahkan ketika pengamatan hanya dilakukan dengan pencahayaan yang minim.
Ekspresi wajah juga merupakan penanda bagi kita untuk dapat mengetahui apa yang dipikirkan orang lain. Namun sayangnya, banyak dari kita yang tidak mampu untuk mendeteksi ekpresi ini. Salah satu sumber yang kaya akan penanda ini adalah mata seseorang; otot-otot di sekitar mata. Mata seseorang adalah sumber penanda yang paling kaya jika dibandingkan bagian lain yang ada di wajah. Contohnya: mata yang turun ketika sedih, terbuka lebar ketika takut, terlihat tidak fokus kala sedang berkhayal, menatap tajam penuh kecemburuan, atau menatap sekitarnya ketika tidak sabar.
Kita dapat semakin tahu pikiran orang lain dari komponen-komponen dalam percakapan—kata-kata, gerak tubuh, dan nada suara. Namun diantara ketiganya, Ickes menemukan bahwa isi pembicaraan menjadi komponen terpenting dalam membaca pikiran dengan baik.

Menjadi Pembaca Pikiran Ulung
Lalu, bagaimana kita bisa menjadi seorang pembaca pikiran yang lebih baik? Tim dari Psychology Today telah merumuskan beberapa hal yang bisa membantu kita membaca pikiran.

- Kenalilah orang lain.
“Kemampuan membaca pikiran akan meningkat, semakin kita mengenal lawan bicara kita,” kata William Ickes. Jika kita berinteraksi dengan seseorang selama kurang lebih sebulan, kita akan lebih mudah untuk mengenali apa yang ia pikirkan dan rasakan. Hal tersebut dapat terjadi karena: kita mampu mengartikan kata-kata dan tidakan orang lain dengan lebih tepat, setelah mengamatinya dalam berbagai situasi; kedua, kita mengetahui apa yang terjadi dalam hidup mereka, dan mampu menggunakan pengetahuan itu untuk memahami mereka dalam konteks yang lebih luas.

- Minta umpan balik.
Penelitian menunjukkan bahwa kita dapat meningkatkan kemampuan membaca dengan cara menanyakan kebenaran dari tebakan kita. Misalnya, “Saya mendengar, sepertinya Engkau sedang marah. Benar tidak?”

- Perhatikan bagian atas dari wajah.
Emosi yang palsu, biasanya diungkapkan pada bagian bawah wajah seseorang. Sedangkan, menurut Calin Prodan—profesor neurologi di University of Oklahoma Health Sciences Center, emosi utama bisa dilihat dari sebagian ke atas wajah, biasanya di sekitar mata.

- Lebih ekspresif.
Ekspresivitas emosi cenderung timbal balik. Ross Buck, “semakin kita ekspresif, semakin banyak pula kita akan mendapat informasi mengenai kondisi emosional dari orang lain di sekitar kita.”

- Santai.
Menurut Lavinia Plonka, pengarang Walking Your Talk, seseorang cenderung “menyamakan diri” dengan lawan bicaranya melalui postur tubuh dan pola napas. Jika anda merasa tegang, teman bicara anda bisa saja, secara tak sadar, menjadi tegang pula lalu terhambat, dan akhirnya menjadi sulit untuk dibaca. Ambillah napas panjang, senyumlah, dan coba untuk menampilkan keterbukaan dan penerimaan kepada siapapun yang bersama anda.

Tinjauan Kritis
Perlu kita ingat, bahwa ekspresi emosi bisa berbeda di berbagai budaya. Ekspresi sedih di satu budaya, bisa jadi diinterpretasikan sebagai emosi lain di budaya lain. Jadi jika ingin membaca seseorang, kita perlu memperhatikan pula unsur budaya yang berlaku di tempat tinggal orang itu, jangan sampai salah menebak, atau bahkan memicu terjadinya kesalahpahaman.
Kita juga tak bisa mengesampingkan fenomena membaca pikiran ini sebagai sebuah fenomena yang biasa diasosisasikan dengan kemampuan supranatural, sebab percaya tidak percaya, memang ada orang-orang yang memiliki kemampuan untuk membaca pikiran yang sulit dijelaskan ilmu pengetahuan. Setidaknya penulis telah menemukan beberapa orang dengan kemampuan membaca pikiran, yang bahkan mampu melihat masa depan dan berbagai macam hal yang sulit diterima nalar.

Minggu, 02 Januari 2011

APA YANG TERJADI JIKA PETER PAN SYNDROM menikah dengan CINDERELLA COMPLEX

Saat ini, banyak sekali pasangan muda yang belum lama menikah akhirnya bercerai. Fenomena seperti itu kian meningkat. Padahal waktu mereka berpacaran, sepertinya tidak ada masalah. Namun setelah memasuki dunia pernikahan banyak hal yang mereka temui, bahkan mungkin hal-hal sepele, yang menjadi pemicu keretakan dalam rumah tangga. Ternyata pada saat penjajakan, masing-masing dari mereka tidak sempat mengenali pasangannya dari sudut pandang pengasuhan. Mereka tidak menyadari bahwa di dalam diri pasangan atau diri mereka sendiri, terdapat jiwa-jiwa peter pan dan cinderella.
Apa itu Sindrom Peter Pan ?
Peter Pan adalah seorang tokoh dalam cerita anak-anak yang ditulis JM Barrie (1860-1937), seorang sastrawan dari Skotlandia. Peter Pan digambarkan sebagai karakter bocah lelaki nakal yang bisa terbang dan secara magis menolak menjadi dewasa.
 
Watak Peter Pan yang serba kekanak-kanakan ini oleh Dan Kiley (1983) dijadikan sebuah penyakit psikologis, yang disebut sindrom Peter Pan. Sindrom Peter Pan ditujukan untuk orang dewasa yang secara sosial tidak menunjukkan kematangan. Sindrom ini lazim diderita kaum lelaki yang secara psikologis, seksual, dan sosial menunjukkan perilaku yang keluar dari pengasuhan.
 
Sindrom tersebut memakai nama Peter Pan, karena memang Peter Pan menolak menjadi dewasa karena tak mau kehilangan masa kanak kanaknya. Karena itu sangat sesuai untuk menggambarkan laki-laki dewasa yang masih bersifat kekanak-kanakkan.
 
Apa ciri-ciri orang yang mengalami sindrom Peter Pan ?
     - tidak sudi / cenderung tidak bertanggung jawab
- suka melawan
- sulit berkomitmen
- manja
- tidak suka bekerja keras
- pemarah (mudah marah jika keinginannya tak terpenuhi), suka mengamuk
- cinta diri sendiri secara berlebihan (narsis)
- mengalami ketergantungan pada orang lain / dependency (bahkan hingga hal-hal
  yang kecil)
- senang memanipulasi (manipulativeness) , jago bicara untuk membuktikan bahwa
  dia yang benar
- memiliki keyakinan yang melampaui hukum-hukum dan norma masyarakat.
- enggan untuk hidup sendiri dan selalu merasa sendiri (??)
- tidak berani mengambil keputusan dan menanggung resiko
- mudah sakit hati
- tidak bisa menerima kritikan
- kurang percaya diri
- menolak berhubungan dengan lawan jenis
- pemberontak

Salah satu penyebab munculnya sindrom ini adalah akibat pola asuh yang tidak sengaja salah semasa kanak kanak. Misalnya kalau anak melakukan kesalahan, orang tua selalu membelanya. Orang tua terlalu melindungi anaknya, selalu turun tangan dalam setiap masalah anaknya, terlalu menuruti permintaan anak. Akibatnya meski sudah dewasa tetap saja seperti anak anak. Hal ini bisa difahami, karena kepribadian seorang anak, 80% dipengaruhi oleh lingkungannya (lingkungan terdekat seorang anak adalah kedua orang tuanya), dan hanya 20% dipengaruhi oleh faktor keturunan (genetik).
Seorang laki-laki yang mengalami sindrom Peter Pan, sangat membutuhkan seorang istri yang bersifat seperti ibunya. Layaknya seorang ibu yang akan menyayangi, melindungi dan melayani anaknya. Jika ia tidak mendapatkan sosok istri yang seperti itu, ia akan sangat mudah untuk membanding-bandingk an istrinya, dan merasa istrinya tidak bisa mengurusinya sebagai suami, dan ia akan sering kali pulang dan bermanja-manja kepada ibunya.
 
Apa itu Cinderella Compleks ?
 
Seperti yang telah kita ketahui, Cinderella mengambarkan tokoh dalam film kartun anak-anak, yang semasa kecilnya hidup bahagia bersama ayah dan ibunya. Namun menjelang remaja,  kehidupannya berubah karena, ibu kandungnya meninggal dan ayahnya menikah dengan wanita lain. Setelah ayahnya menikah, kehidupan Cinderella menjadi sangat tidak bahagia. Karena ibu dan 2 saudara tirinya itu sangat membenci Cinderella. Kehidupan cinderella menjadi sangat pahit, menyebabkan ia merindukan sosok lelaki seperti ayahnya yang akan melindungi dan menyayangi dirinya.
Istilah sindrom Cinderella Complex menggambarkan sebuah ketakutan tersembunyi pada perempuan untuk mandiri. Karena yang ada dalam pikiran mereka adalah keinginan untuk selalu diselamatkan, dilindungi, dan tentunya disayangi oleh sang pangeran.
Dalam keseharian, penyakit psikologis ini biasa disebut dengan Syndrom Umur 20, Syndrom Umur 21, Syndrom Umur 22, Syndrom Umur 23, dan seterusnya sepanjang si perempuan itu addicted dengan khayalan akan bertemu dengan pangeran impiannya sebagaimana yang terjadi di dalam dongeng Cinderella.
Seorang wanita yang mengalami Cinderalla compleks, sangat membutuhkan seorang suami yang bersifat seperti ayahnya, yang dewasa, mengayomi, dan selalu melindungi.

Anda-kah orang tua yang menumbuhkan jiwa peter pan & cinderella pada jiwa anak? 
Seperti apa pola pengasuhan orang tua yang menyebabkan anak memiliki jiwa peter pan & Cinderella ?
-          Ortu yang selalu melindungi
-          Ortu yang membiarkan anak bermanja-manja secara berlebihan
-          Ortu yang tidak membangun jiwa BMM (Berfikir-Memilih- Mengambil Keputusan)
 
Mengapa bisa demikian ?
-            Ortu tidak siap menjadi ortu
-           Ortu yang kehidupannya dahulu sangat susah, sehingga kini memiliki dendam positif ingin memanjakan anak dengan berbagai kemudahan
-           Ayah Ibu dengan pengasuhan bertentangan. Ayah mau A, Ibu mau B. Tidak pernah kompak, sehingga anak menjadi bingung.
     -      Ortu yang lama sekali baru dikaruniai seorang anak.
   
Jika sudah terlanjur, harus bagaimana ?
 
-      Laki-laki yang mengalami sindrom peter pan tidak akan mengalami kesulitan dalam pernikahannya,  jika mendapatkan istri dengan karakter keibuan.
-       Begitu pula sebaliknya, bagi sang cinderellayang mendapatkan suami dengan karakter ke ayahan yang kuat.
-      Untuk istri-istri yang jadi ibu bagi peter pan. harus memahami mengapa suaminya bersifat kekanak-kanakan, harus mau berkorban dan tega untuk membentuk kembali jiwa kemandiriannya.
-      Untuk suami-suami yang jadi ayah bagi Cinderella   juga harus memahami mengapa ia bersikap seperti itu dan ajak bicara secara baik-baik.
Bagaimana menghilangkan penyakit psikologistersebut ?
-      Harus ada keinginan dalam diri sendiri untuk berubah
-      Lingkungan harus mendukung
-      Jika diperlukan terapi, mengapa tidak ?
-      Minta pertolongan kepada Allah